Teori Fraud

Nama  : Agustin Pratiwi Ayu Putri
NIM    : C1C015099

Fraud dapat diartikan sebagai tindak kecurangan yang tak terduga dan penuh tipu daya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak lain. Menurut Association of Certified Fraud Examiner (ACFE, 2010), fraud adalah penggunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi melalui penyalahgunaan yang disengaja atas sumber daya atau aset organisasi yang dimiliki. Pelaku fraud tidak hanya individu saja, namun bisa juga kelompok. Berikut ini akan dijelaskan berbagai macam teori fraud oleh para ahli:
A.    Teori Fraud Triangle
Teori fraud triangle dikemukakan oleh Donald Cressey pada tahun 1953. Cressey mewawancarai sekitar 200 orang yang terbukti telah melakukan pelanggaran “kepercayaan”. Setelah wawancara selesai dilaksanakan, Cressey menyimpulkan hipotesis sebagaimana dinyatakan dalam bukunya yang berjudul "Other People’s Money":
“Orang-orang yang tepercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika mereka menganggap diri mereka memiliki masalah keuangan yang tidak dapat dibagikan, sadar bahwa masalah ini dapat diselesaikan secara diam-diam dengan melanggar posisi kepercayaan keuangan, dan berlaku untuk mereka sendiri dalam situasi tersebut. Mereka mengungkapkan kemungkinan untuk menyesuaikan konsepsi mereka sendiri sebagai orang yang dipercaya dengan konsep tentang diri mereka sebagai pengguna dari dana atau properti yang dipercayakan.”

Gambar 1. Teori fraud triangle
Sumber gambar: Fighting Fraud in Goverment oleh ACFE

Cressey menciptakan suatu teori fraud triangle yang terdiri dari tiga komponen. Komponen tersebut antara lain adalah:
1.      Pressure (Tekanan)
Pressure (tekanan) yang dijelaskan Cressey dalam hipotesisnya merupakan masalah keuangan yang tidak dapat dibagikan kepada siapapun dan sangatlah pribadi. Pelaku biasanya terlalu malu dengan masalah tersebut yang tidak mau mereka bagi dengan orang lain. Pelaku tidak dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan cara “biasa”, sehingga mulai berani melangkahi garis legalitas dan kepercayaan. Rasa takut dan risiko semakin lenyap oleh fakta oleh penyebab tekanan itu sehingga pelaku mempertaruhkan status sosialnya sebesar risiko tindakannya.
2.      Opportunity (peluang)
Opportunity (peluang) merupakan “kaki” kedua dalam teori fraud triangle ini. Peluang terjadi karena kurangnya kontrol internal dalam perusahaan. Misalnya, pelanggar di sini merasa bahwa dia dapat memanfaatkan situasi tanpa tertangkap.
3.      Rationalization (rasionalisasi)
Cressey menemukan bahwa banyak pelanggar tidak pernah merasa bahwa mereka sebenarnya penjahat. Mengapa demikian? Itu karena mereka telah “merasionalkan” diri mereka sendiri bahwa kelakuan buruk itu baik-baik saja. Faktanya, banyak pelanggar yang diwawancarai Cressey merasa bahwa itu benar meskipaun tindakan itu sangat tidak bertanggung jawab.

B.     Teori Fraud Diamond
Teori fraud diamond pertama kali dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson di CPA Journal pada Desember 2004 yang merupakan versi pengembangan dari teori fraud triangle. Wolfe dan Hermanson menyatakan:
"Peluang membuka pintu untuk tindak kecurangan, insentif (tekanan) dan rasionalisasi dapat menarik seseorang ke arah tersebut. Tetapi orang itu harus memiliki kemampuan untuk mengenali pintu yang terbuka sebagai peluang dan memanfaatkannya dengan tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali.”

Gambar 2. Teori fraud diamond
Sumber gambar: Fighting Fraud in Goverment oleh ACFE

Teori fraud diamond terdiri dari beberapa faktor yaitu opportunity, razionalization, capability (kemampuan), dan incetive (dorongan). Pelaku mengenali peluang dan kemampuan untuk melakukan kecurangan itu. Posisi, kecerdasan, ego, paksaan, tipu daya dan stres merupakan elemen pendukung capability. Elemen ini sangat penting ketika menyangkut penipuan skala besar atau jangka panjang.

C.    Teori Fraud Pentagon 
Teori fraud pentagon yang dikembangkan oleh Crowe (2011) merupakan gabungan dari teori fraud triangle dan teori  fraud diamond dengan tambahan satu faktor, yaitu arrogance (kesombongan). Arogansi atau kesombongan merupakan sifat yang menunjukkan rasa superioritas dan memunculkan kesadaran bahwa pengendalian internal perusahaan tidak berlaku bagi mereka secara pribadi. Menurut Crowe (2011), penelitian oleh Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) menemukan bahwa 70% dari pelaku penipuan memiliki profil yang menampilkan kombinasi tekanan dengan kesombongan dan keserakahan. Sebanyak 89% dari kasus penipuan melibatkan CEO.

Gambar 3. Teori fraud pentagon
Sumber gambar: The Mind Behind The Fraudster Crime: Key Bahavioral and Enviromental Elements
oleh Jonathan Marks

D.    Teori Fraud Scale
Teori fraud scale dikembangkan oleh Albrecht, Howe, dan Romney pada tahun 1984. Teori ini menunjukkan bahwa ketika tekanan, peluang, dan integritas dipertimbangkan pada saat yang sama, seseorang dapat menentukan apakah suatu situasi memiliki kemungkinan tindak kecurangan yang lebih tinggi. Teori fraud scale menetapkan bahwa ketika tekanan situasional dan peluang yang dirasakan tinggi dan integritas pribadi rendah, penipuan lebih mungkin terjadi. Albrecht mendeskripsikan tekanan situasional sebagai "masalah yang dialami orang-orang di dalam lingkungan mereka, yang paling meluas yang mungkin merupakan utang pribadi atau kerugian finansial yang tinggi."
Gambar 4. Teori fraud scale
Sumber gambar: Fighting Fraud in Goverment oleh ACFE

E.     Teori G.O.N.E.
Teori G.O.N.E. dikemukakan oleh Jack Bologna dalam bukunya The Accountant Handbook of Fraud and Commercial Crime tahun 1984. Bolongna menjelaskan bahwa faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya kecurangan meliputi:
1.      Greeds (keserakahan)
Keserakahan berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada dalam diri setiap orang.
2.      Opportunities (kesempatan)
Kesempatan terkait dengan sistem dan keadaan organisasi/instansi atau lingkungan masyarakat yang membuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
3.      Needs (kebutuhan)
Kebutuhan adalah sikap mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak pernah usai.
4.      Exposures (pengungkapan)
Pengungkapan adalah hal yang berkaitan dengan hukuman pada pelaku yang rendah, hukuman yang tidak membuat jera pelaku maupun orang lain, dan deterrence effect yang minim.

F.     Teori M.I.C.E.
Teori M.I.C.E. secara keseluruhan merupakan motivasi bagi seorang individu untuk melakukan penipuan. “M” berarti tekanan money (uang) yang merupkan motivasi untuk melakukan tindakan kecurangan. “I” berarti ideology (ideologi), yang berhubungan dengan keadaan pikiran seseorang. Tindakan curang tidak sejalan dengan masalah ideologi yang sering terjadi, contohnya adalah penggelapan pajak karena orang percaya mereka sudah membayar cukup. “C” berarti coercion (paksaan), situasi di mana seorang individu tidak ingin melakukan penipuan, tetapi tidak memiliki pilihan lain. Terakhir adalah “E” berarti ego yang mengarah pada lebih banyak uang mengarah ke lebih banyak kekuatan yang mungkin menjadi motivasi seseorang melakukan tindak kecurangan tersebut.

Sumber:
Abdullahi, Rabi’u dkk. 2015. Fraud Triangle Theory and Fraud Diamond Theory: Understanding the Convergent and Divergent for Future Research. European Journal of Bussines and Management Vol.7, No.28, 2015.
Association of Certified Fraud Examiners. Fighting Fraud in Goverment.
BPKP. 1999. Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional. Jakarta:Puslitbang BPKP. Disadur dari http://lib.lemhannas.go.id.
Brdiczka, Oliver. 2013. Malicious Insider Psychology—When Pressure Builds Up in the Fraud Triangle. https://www.computerworld.com/article/2845934/security0/malicious-insider-psychology-when-pressure-builds-up-in-the-fraud-triangle.html. Diakses pada 14 September 2018.
Isgiyata, Jaka dkk. 2018. Studi Tentang Teori Gone dan Pengaruhnya Terhadap Fraud dengan Idealisme Pimpinan Sebagai Variabel Moderasi: Studi Pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintahan. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis Vol.5(1), 2018.
Nijenhuis, Gerhard Roderic. 2016. Prevention of Dutch Fraud Cases: A multiple case study on the effectivenes on internal control in the process of financial statement fraud prevention. Universiteit Twente.
Nindito, Marselia. 2018. Financial Statement Fraud: Perspective of the Pentagon Fraud Model in Indonesia. Academy of accounting and Financial Studies Journal Vol. 22 Issue. 3 2018.
Rudewicz, Frank. The Fraud Diamond:Use of Investigate Due Diligence to Identity the  “Capability Element of Fraud”. http://www.marcumllp.com/insights-news/the-fraud-diamond-use-of-investigative-due-diligence-to-identify-the-capability-element-of-fraud. Diakses pada 14 September 2018.
Wilkinson, James. 2013. The Fraud Triangle. https://strategiccfo.com/the-fraud-triangle/. Diakses pada 14 September 2018.

Komentar

  1. Kak permisi apakah ada kontak yang bisa saya hubungi? Saya mau membicarakan sesiatu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Chapter 6: Fraud Prevention (Pencegahan Tindak Kecurangan)

Chapter 10: Fraud and the Accounting Information System (Tindak Kecurangan dan Sistem Informasi Akuntansi)